Pasalnya, dia mengatakan putusan MK itu muncul ketika ada keinginan DPR untuk merancang Omnibus Law tersebut. Maka jika model Omnibus Law bisa digunakan, poin putusan MK itu akan dimasukkan.
"Maka ya dimasukkan ke situ kalau memang revisi menganut model Omnibus Law dilakukan," kata Rifqinizamy saat dihubungi di Jakarta, Kamis.
Menurut dia, putusan apa pun dari MK itu bersifat final dan mengikat yang harus ditindaklanjuti oleh DPR RI. Sehingga putusan MK itu pun bakal memunculkan norma baru terkait dengan persyaratan pencalonan presiden dan wakil presiden.
"Kami menghormati menghargai putusan Mahkamah Konstitusi yang menghapus prosentase presidential threshold sebagaimana dalam ketentuan undang-undang saat ini," ucap dia.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi memutuskan menghapus ketentuan ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) pada Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu karena bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ucap Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo saat membacakan amar putusan Nomor 62/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis.
Adapun pasal yang dihapus itu berisi tentang syarat pencalonan pasangan calon presiden dan wakil presiden yang harus didukung oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki 20 persen kursi di DPR RI, atau memperoleh 25 persen suara sah nasional pada Pemilu Legislatif sebelumnya. (*).