Pringsewu - Lensa Monitor. Amanat Undang-Undang Desa Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Penggunaan Dana Desa yang bertujuan untuk pembangunan dan kesejahteraan masyarakat desa, kini sudah mulai memudar. Jumat (10/05/2024).
Saat ini realisasi penggunaan dana desa yang seharusnya terfokus kearah kebutuhan dasar desa, namun justru perlahan-lahan mulai melebar kehal-hal yang tidak subtansial.
Hal tersebut dapat dilihat dengan adanya pemberitaan di berbagai media online tentang penggunaan dana desa di Kabupaten Pringsewu, yang diduga tidak sesuai dengan prioritasnya.
Tentu saja semua itu mengundang kekecewaan bagi masyarakat Kabupaten pringsewu, karena bantuan dana desa yang seharusnya untuk kemajuan dan kemakmuran mereka, tapi kini sudah mulai beralih fungsi.
"Kami masyarakat pringsewu senantiasa mendukung keterbukaan informasi, jangan sampai DD yang semestinya buat kesejahteraan masyarakat, dijadikan bancakan sekelompok orang untuk kepentingan pribadi," ucap salah satu warga pringsewu melalui pesan WhatsApp kepada Lensa Monitor.
Seperti yang dilansir oleh Media 'Sinar Lampung', (7/05/2024), bahwa ada beberapa pekon dikabupaten pringsewu, yang diduga telah menyetor 'Dana Kebersamaan' yaitu 60 juta perpekon kepada APDESI, dan jika diakumulasikan keseluruhan maka jumlahnya mencapai milyaran rupiah.
Jika memang terindikasi adanya penggunaan Dana Desa yang tidak semestinya, seharusnya dari pihak Inspektorat Kabupaten Pringsewu, selaku Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), segera melakukan pemanggilan, sebagai langkah pembinaan kepada pihak-pihak yang terkait.
Namun jika terbukti secara jelas adanya kerugian negara, akibat dari unsur kesengajaan penyalagunaan dana desa untuk dikorupsi, maka pihak Kejaksaan Negeri Pringsewu selaku Aparat Penegak Hukum (APH) yang harus turun tangan mengambil tindakan secara hukum.
Untuk merespon berita yang berkembang tersebut, ketua APDESI Kabupaten Pringsewu, Jevi Hardi Sopyan angkat bicara, ia menjelaskan bahwa, selama ini tidak ada pengondisian tentang 'Dana Kebersamaan' seperti yang diberitakan.
Pada akhirnya, apapun dalih yang digunakan untuk mencari pembenaran dalam masalah tersebut, seorang kepala desa memang dituntut agar bisa lebih bijaksana dalam menggunaan anggaran dana desa.
Dan semua itu tetap mengacu terhadap pemenuhan kebutuhan primer desa dan program skala prioritas yang lebih diutamakan, karena hal tersebut adalah yang menjadi cita-cita lahirnya Undang-Undang Desa Nomor 6 Tahun 2014. (One*).
Sumber : dikutip dari media Sinar Lampung.