Notification

×

Iklan

Iklan

Jabatan Kepala Desa Sudah Disahkan Menjadi 8 Tahun, Tapi Kenapa Banyak Kades Yang Masih Mengeluh?

16 April 2024 | April 16, 2024 WIB | 0 Views Last Updated 2024-07-11T07:19:52Z

Foto : Hanya ilustrasi.

Tanggamus - Lensa Monitor. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Telah mengesahkan usulan atas perubahan Undang Undang Desa No 6 Tahun 2014, tentang masa jabatan Kepala Desa. Selasa (11/07/2024).  

 

Berita tersebut tentu saja menjadi kabar gembira bagi semua kepala desa yang berada di seluruh indonesia.  

 

Apa yang menjadi tuntutan mereka selama ini, melalui beberapa kali aksi demonstrasi di depan gedung DPR, telah dikabulkan.  

 

DPR telah menyetujui dan mengesahkan tentang perpanjangan masa jabatan kepala desa menjadi 8 tahun, melalui Perubahan Undang-Undang Desa No.3 Tahun 2024.  

 

Tetapi mengapa sampai saat ini, masih banyak kepala desa di seluruh indonesia, yang mengeluh bingung dan pusing?, padahal tuntutan mereka sudah dipenuhi.  

 

Berdasarkan penelusuran awak media Lensa Monitor.com, ada 3 hal yang menjadi penyebab mengapa seorang Kepala Desa menjadi bingung dan pusing.  

 

Pertama, Kepala Desa yang kurang atau tidak memahami serta menguasai tata kelola pemerintahan desa, baik itu di bidang administrasi maupun pelaksanaan peraturan yang berlaku di desa.  

 

Sudah seharusnya seorang kepala desa menguasai ilmu dibidang pemerintahan desa, karena kepala desa yang memegang peranan penting di struktur pemerintahan desa.  

 

Seorang kepala desa dituntut menjadi motor penggerak untuk terlaksananya roda pemerintahan desa yang baik dan aktif.  

 

"Sekarang banyak kades yang tidak paham tentang aturan pengelolaan keuangan desa," kata salah seorang warga di lampung.  

 

"Bahkan mereka rata-rata tidak paham IT, sebagai contohnya ga bisa Laptop," sambungnya lagi.  

 

Kedua, banyaknya campur tangan dari pihak-pihak yang tidak punya hak dan kewenangan, ikut serta dalam mengatur pengelolaan Dana Desa.  

 

Faktor yang kedua inilah, yang dominan membuat seorang kades menjadi 'tujuh keliling', pasalnya sekarang banyak oknum-oknum yang mengatasnamakan dari birokrasi pemerintah, Aparat Penegak Hukum (APH), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan Wartawan/jurnalis, melakukan intimidasi terhadap kinerja kepala desa dalam mengelola keuangan desa, dengan dalih pengawasan atau sosial kontrol. 

 

Mereka ingin ikut andil dalam realisasi penggunaan dana desa,  padahal sejatinya itu tidak dibenarkan oleh undang-undang, justru masyarakatlah yang punya hak untuk telibat langsung dalam pengelolaan penggunaan dana desa.  

 

"Sekarang sudah rumit mas, banyak tekanan dan intimidasi," keluh seorang kades yang berasal dari salah satu kabupaten di wilayah lampung.  

 

Ketiga, adanya persoalan yang berkaitan dengan keuangan pribadi dari seorang Kepala Desa, baik itu berupa pinjaman dari Bank ataupun pinjaman secara individu.  

 

Tak dapat dipungkiri, mayoritas kepala desa di indonesia ini, rata-rata sangat bermasalah dengan urusan keuangan keluarga. 

 

Permasalahan keuangan itu berhubungan dengan hutang, baik itu pinjaman dari Bank maupun pinjaman dari rentenir.

 

Hal tersebut bisa menjadi  sebuah persoalan yang serius, ketika beban hutang para kepala desa  jumlahnya terlalu besar, karena rentan untuk melakukan tindakan korupsi terhadap penggunaan dana desa.  

 

Sudah banyak contoh kepala desa yang masuk prodeo/penjara,  gara-gara melakukan korupsi dana desa, ketika ditanya untuk apa uang tersebut digunakan?, merekapun rata-rata menjawab, untuk membayar hutang pribadi.  

 

"Bukan rahasia umum lagi, di zaman sekarang, kades itu banyak tanggungan hutangnya di rentenir" ungkap seorang warga di kabupaten tanggamus.  

 

Dari uraian diatas, kita sekarang dapat memahami bahwa, menjadi seorang kepala desa bukanlah perkara yang mudah, kepala desa dituntut untuk bisa memimpin masyarakatnya secara baik dan menjalankan roda pemerintahan secara benar serta adil. (One*).

TUTUP IKLAN
TUTUP IKLAN
×
Berita Terbaru Update