Gambar hanya ilustrasi. (Red) |
Untuk menjaga keutuhan dan maksimalnya penyerapan Dana Desa, pemerintah pusat tak kurang-kurangnya selalu membuat Undang-Undang dan Peraturan yang ketat, demi untuk melindungi Dana Desa.
Namun apapun yang telah dilakukan oleh pemerintah pusat, masih saja ada oknum-oknum yang dengan sengaja mencari celah, untuk ikut menikmati gurihnya Dana Desa.
Salah satu yang masih jadi tranding saat ini adalah dengan bermoduskan "Pengadaan Barang", hingga begitu bebasnya para oknum menjadi penyuplay barang disetiap pekon.
Dengan mengatasnamakan sebagai Pejabat Pemerintah, Aparat Penegak Hukum, Lembaga Swadaya Masyarakat dan Wartawan, para oknum-oknum itu dengan gampangnya menjual berbagai barang dengan nominal puluhan atau bahkan ratusan juta rupiah kesetiap Pekon dengan dalih "pengadaan".
Tentu kita tidak bisa memungkiri bahwa, pada dasarnya hampir semua barang yang dijual ke pekon selama ini, tidak sesuai dengan kebutuhan pekon, bahkan bukan merupakan barang skala prioritas yang dibutukan oleh masyarakat, tapi semata-mata hanya merupakan ajang bisnis semata.
Bahkan yang lebih paling memilukan lagi, Dana Desa itu habis menjadi bancakan dan dinikmati para oknum, sementara masyarakat yang sebenarnya punya hak atas manfaat Dana Desa hanya tinggal menerima sisanya saja.
Banyak keluhan yang disampaikan oleh masyarakat mengenai modus "pengadaan barang" ini, mereka menganggap bahwa, penggunaan Dana Desa pada saat ini, sudah menyimpang jauh dari tujuan program Kementrian Desa.
Seperti yang diutarakan DM, salah satu masyarakat di kecamatan Limau, ia mengeluhkan tentang habisnya Dana Desa hanya untuk membeli barang-barang yang tidak menjadi kebutuhan primer pekon, dan bahkan barang-barang yang sudah menelan biaya puluhan hingga ratusan juta rupiah itu tidak pernah dibahas dalam musyawarah pekon.
"Penggunaan Dana Desa sekarang sudah semrawut bang, Dana Desa belum cair barang sudah menumpuk di balai pekon," keluhnya.
"Barang-barang yang dibeli itu katanya hasil titipan semua bang, bahkan yang saya lihat, barang yang dibeli itu tidak sesuai dengan yang dibutuhkan masyarakat," ucapnya lagi.
Selanjutnya ia juga menambahkan, rata-rata barang yang dibeli itu tidak melalui proses musyawarah desa, padahal dananya bersumber dari Dana Desa, yang jumlahnya puluhan sampai ratusan juta rupiah.
"Kita ini sebagai masyarakat yang seharusnya berhak menikmati Dana Desa, melalui pemberdayaan masyarakat dengan sistem Padat Karya Tunai, tapi sekarang cuma jadi penonton dan hanya dapat ampasnya saja," tutupnya.
Hal senada juga disampaikan oleh SG, salah seorang warga masyarakat di Kecamatan Cukuh Balak, ia menyayangkan tentang habisnya Dana Desa hanya untuk membeli barang-barang sekunder, yang bukan menjadi kebutuhan dan keinginan masyarakat.
"Penyerapan Dana Desa sekarang ini sudah tidak maksimal lagi, banyak yang mubazir," ungkapnya.
"Sebenarnya secara aturan sudah ketat bang, tapi masih banyak oknum-oknum yang bermain, jadi kami dari pihak masyarakat yang sangat dirugikan," tandasnya. (One*).